Minggu, 22 Juli 2012

Fiction: Riot Theatre


Hari itu adalah hari-hari musim liburan anak sekolah. Tempat-tempat hiburan dan tempat piknik otomatis dipenuhi anak-anak ingusan yang merengek dan berkeringat. Tidak terkecuali di sebuah gedung satu lantai yang terletak di sebuah pusat kota.
Bioskop.
Apapun yang terjadi (kecuali saat sudah tutup) gedung ini selalu penuh. Dari anak-anak sampai para manula sekalipun akan menampakkan batang hidungnya di sana. Walaupun semua mengeluh saat harus mengantri tiket, mereka tetap melakukannya tanpa kenal lelah seolah tiket itu adalah tiket naik pesawat penyelamat saat terjadi bencana di bumi. Beruntung karena mas-mas dan mbak-mbak dengan senyuman manisnya telah menanti di stan penjual makanan di samping mereka.
Dan siang itu, sama seperti siang kemarin dan kemarin dan kemarinnya lagi. Tepatnya beberapa minggu ini saat anak-anak sekolah mulai memasuki musim liburan dan film-film musim panas mulai menyerbu bioskop. Antrian pengunjung mulai mengular dengan dahsyatnya. Musim panas yang berarti suhu udara di atas batas kenyamanan manusia membuat orang-orang menyerbu bioskop yang adem.
Golem dan Timo pun tidak ketinggalan turut memikirkan hal yang sama. Ditambah kedahsyatan The Amazing Spiderman 3D yang terus-terusan menggoda lewat trailer-nya yang muncul di televisi membuat tekad mereka semakin kuat saat mereka berdiri di ujung antrian yang sudah mengular sampai di pintu masuk gedung bioskop.
Keduanya dengan sabar tetap mengantri sambil bercerita ditemani sekantong popcorn manis untuk menambah tenaga. Setelah mengantri selama lebih dari tiga puluh menit, mereka akhirnya sudah tiba di urutan depan antrian. Tinggal dua pasangan lagi dan mereka akan mendapatkan yang mereka inginkan.
Timo dan Golem semakin tidak sabar. Penantian mereka akhirnya segera berakhir. Tinggal sepasang anak yang sepertinya masih anak SMP sedang memilih studio. Timo tidak sanggup menahan seringainya lagi. Sedikiiit lagi. Ia kemudian melirik ke pintu masuk bioskop tempatnya berdiri sekitar tiga puluh menit yang lalu.
"Lem! Itu Si Hanoman anak kampus seberang kan!" Timo menyenggol Golem disebelahnya dan menunjuk Si Hanoman dengan dagunya.
"Haha! Turun gunung juga tu orang," Golem menanggapi dengan senyuman menyebalkan menatap Si Hanoman. Yang ditatap sadar dan mengerahkan tatapan menusuknya pada dua makhluk yang sedang menggosipkannya. Kekuatan sudah di antrian nomer dua dari depan membuat Timo dan Golem menyeringai lebar pada Hanoman di urutan nomer dua dari belakang. Kemudian samar-samar terdengar suara tawa kejam keduanya membuat Hanoman di seberang ruangan mengepalkan tangannya kuat-kuat, menahan emosi agar tidak melemparkan pot tanaman yang berdiri di sebelahnya.
Lalu..
Dua anak SMP itu pun dengan bahagia meninggalkan konter sambil melambai-lambaikan enam lembar tiket The Amazing Spiderman 3D. Timo dan Golem pun dengan seringai penuh kemenangan maju menuju konter.
Di konter, Si Mbak penjual tiket sedang menunduk menuliskan sesuatu, lalu ia memasukkan tulisannya pada sebuah papan dan meletakkannya di atas konter.
"Studio berapa, Mas?" tanya Si Mbak kemudian dengan senyuman merah manisnya. Timo dan Golem loading sebentar. Kombinasi antara posisi tertinggi di puncak antrian, kerennya Spiderman berayun di monitor yang menempel di belakang konter tiket ditambah senyuman manis Si Mbak tiba-tiba mengacaukan sistem otak mereka bagaikan serangan virus trojan.
"Eh?" Golem sadar duluan. "Studio 1, Mbak!"
"Untuk hari apa?" tanya Si Mbak kemudian.
"Eh?" Golem dan Timo pun kompakan bingungnya. Si Mbak dengan pemahaman seorang petugas penjual tiket bioskop profesional langsung melambaikan tangannya dengan indahnya ke arah papan yang baru saja diletakkannya di atas konter.
'TIKET THE AMAZING SPIDERMAN UNTUK HARI INI DAN BESOK HABIS'
Perlu beberapa detik untuk membuat dua orang itu paham.
"HAAAAA?" seru Golem dan Timo bersamaan. Wajah mereka langsung kelihatan seperti habis kalah taruhan sebesar satu milyar.
"Pfffftt.." Timo dan Golem otomatis menoleh mendengar suara tawa tertahan menyebalkan itu. Yeah! Arahnya dari antrian nomor dua dari belakang di pintu masuk gedung bioskop. Tepatnya Sang Hanoman.
Seringai lebar menyebalkan membentang di wajah Hanoman seolah berkata "KASIAAAAANNN! Kalian berapa jam berdiri di situ? Akhirnya nggak dapet tiket juga. Aku kan baru datang!"
Seolah tidak cukup, dua kroni Hanoman pun turut menyumbangkan seringai menyebalkannya. Bahkan ada yang tidak mau repot-repot menyembunyikan suara tawa mengikik-nya yang menyebalkan sambil menunjuk-nunjuk Golem dan Timo.
Timo dan Golem pun panas.
"Sebentar, Mbak!" kata Timo pada Si Mbak. Sebelum Timo dan Golem mulai berdiskusi 'enaknya apa yang harus mereka lakukan dengan situasi genting itu', Si Mbak melambaikan tangannya meminta pengantri di belakang Timo dan Golem maju.
"Gimana, Tim?"
"Hanoman sialan!"
"Woy! Kita jadi nonton nggak nih? Tiketnya udah habis sampe besok!"
"Nonton lah! Gak peduli tiketnya buat kapan yang penting kita pegang tiket! Gua gak tahan liat tampang Si Lutung Kasarung cengengesan kaya gitu!" Timo makin panas melihat Si Hanoman semakin menjadi-jadi.
"Ya udah. Lusa nih?" Golem menutup rapat dadakan. Kemudian Si Mbak memanggil mereka lagi.
"Maaf, Mas. 5 tiket terakhir buat lusa baru saja dibeli," kata-kata Si Mbak penjual tiket bagaikan pukulan maut di wajah Timo dan Golem. Di seberang mereka, mereka bisa mendengar dengan amat jelas sebening sound system di dalam bioskop, suara tawa Hanoman dan para wanara.
Timo langsung meraup popcornnya dan melempari Hanoman dkk dengan emosi.
"Woy, Tim! Popcorn gua! Udahlah kita nonton Ice Age aja!" Golem berusaha menenangkan Timo. Si Mbak malah sama sekali tidak membantu.
"Ice Age studio 3 yang tersisa tinggal untuk jam 19, kursi depan,"
Tawa Hanoman dkk makin menjadi-jadi. Akhirnya hujan popcorn-pun tak terelakkan lagi.
"Aoww!" seru Hanoman. Sebungkus permen tergeletak tak berdaya di depan kaki Hanoman, sang permen telah dengan sukses membentur dahi Hanoman dengan kecepatan 20 meter per detik. Mata Hanoman menancap pada Timo dengan ganasnya. Sebelah tangan Hanoman meraih pot tanaman di sebelahnya. Buah apel plastik kecil mulai terlepas dari cabangnya kemudian melayang menyebrangi jarak antara Hanoman dan Timo dan akhirnya mendarat di belakang kepala Golem yang sedang berpikir sambil memilih kursi.
"AOWW! Apa sih?" seru Golem berbalik sambil mengusap belakang kepalanya dan menemukan Hanoman beserta kroninya mengangkuti batu-batu mainan di pot untuk dilemparkan ke arahnya. Dengan gesit Golem menghindar, tetapi batu menghantam kepala pengantri yang lain. Golem menyambar hiasan kecil di atas konter dan melemparkannya ke arah Hanoman dkk.
Seorang pria berpakaian hitam-hitam rapi sekuriti bioskop langsung berlari ke tengah bencana.
"MAS! MAS! TOLONG YA.." PAKKK!
Sandal oranye berhak lima senti menghantam wajahnya dengan indahnya.
"WUOY!" teriaknya tenggelam dalam banjir umpatan dan suara mengaduh. Tiba-tiba lobi depan gedung bioskop itu sudah dipenuhi para pengantri yang saling lempar dan dering nyaring alarm tanda bahaya.
Mbak petugas penjual tiket sudah bersembunyi dengan aman di belakang konter di bawah meja sambil memegangi gagang telepon untuk panggilan darurat. Kurang dari lima menit truk-truk polisi sudah terparkir di depan gedung bioskop dan lusinan pasukan anti huru-hara dengan senapan-senapan dan tameng mereka sudah mengepung gedung bioskop.
Lalu hanya dalam hitungan detik, mobil-mobil stasiun televisi pun mulai berderet di depan gedung bioskop..
Siang hari di tengah musim panas, di tengah liburan anak-anak sekolah yang indah, sebuah breaking news menghentikan acara-acara di televisi.
"Kekacauan di sebuah gedung bioskop karena antrian Ice Age 4: Continental Drift dan The Amazing Spiderman menggila."
=======TAMAT=======
Notes:
- Hanoman: masih ada yang nggak kenal Hanoman? Dia adalah kera putih dalam kisah Ramayana dan Mahabarata.
- Wanara: bisa juga disebut sebagai manusia kera, spesiesnya Hanoman.
- Lutung Kasarung: jangan sebut dirimu orang Indonesia kalau nggak kenal tokoh yang satu ini. Lutung Kasarung adalah putra Sunan Ambu dari kayangan yang dibuang ke bumi dalam bentuk seekor kera.